Selasa, 27 November 2012

Berbeda


Disaat aku mengangkat kedua tangan di balutan do’a, dia melipatkan kedua tangannya dengan mata yang terpejam.
“Kamu cantik dengan penutup kepalamu. Terlihat damai dan sejuk.”
Karenanya aku tersadar akan hal mendekatkan menuju Tuhanku. Sudah terlalu lama aku melupakan Tuhanku. Bahkan, dia  yang tak seiman denganku lebih tau banyak tentang agamaku. Dia memang luar biasa. Abahku yang notabene ‘fanatik’ pun tak bisa mempengaruhi tentang diriku yang katanya “acak-acakan”. Ya, aku sering bertukar argumen dengan beliau. Mmmm… bukan sering, namun selalu melempar argumen yang katanya memekikkan telinga tetangga. Bukannya aku bercita-cita sebagai anak durhaka, namunn cara beliaulah yang membuatku muak dan memacuku untuk terus membangkang.
Bagaimana tidak? Aku seperti hidup di dalam sel jeruji besi yang selalu ditenkankan untuk menjadi orang lain. Selalu mengomentari style ku yang katanya seperti wanita jalang yang berkelian di tengah malam.
Celana bokser dan baju kaos kedodoran, bagianmananya wanita jalang? Bahkan menurutku, wanita jalang akan ogah-ogahan jika ditawari kaos dan celana seperti style ku ini. Bukannya dilirik genit oleh si peminat, tapi dilirik kasihan karena berdandan seperti gembel. Hahahaha.
Memang orang tua yang selalu membanding-bandingkan zaman proklamasi dengan zaman kemerdekaan, tak pernah up to date dengan perkembangan yang ada. Menetap dengan pemikiran second dan harus di upgrade. Ok, stop membahas orang tuaku. Malaikat sudah mencatat deretan-deretan dosa yang menurutku seperti struk belanjaan Umi yang berbelanja kebutuhan untuk 3 bulan.
Somehow....
Seperti air yang mengalir tanpa berketuk. Tuhan mengirimkan pasangan tulang rusuk ku. Namun, seketika tulang rusuk itu retak dan akhirnya patah....


Kategori: Fiksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar